JADWAL SHOLAT SEMARANG

Jumat, 03 Juli 2009

KERAJAAN YANG SEDANG GUNDAH

Ini adalah sebuah kisah tentang sebuah kerajaan dan seorang rakyatnya dalam sebuah lamunan di hamparan tanah tertutup lumpur. Terkisah sebuah kerajaan dengan sumber daya alam yang melimpah pada tanah penuh berkah. Akan tetapi entah kenapa keadaan membuatnya dirasa oleh para rakyatnya sebagai sebuah kegundahan.
Satu di antara seribu, atau sepuluh ribu, atau satu juta kegundahan itu adalah hamparan Lumpur di depan pemuda yang biasa di panggil trimo itu. Lumpur yang tak mau berhenti dan seolah tidak ingin dihentikan pemerintah kerajaannya.
Namun kegundahan yang terbesar dirasakan pemuda itu setelah malam lelahnya menonton debat antar bangsawan yang mengajukan diri menjadi penguasa terbaru di sana.
Pemuda yang kesehariannya digunakan untuk mencari sesuap nasi ini adalah seorang jebolan pesantren. Bukan lulusan, karena dia keluar akibat tidak punya biaya. Dan debat antara ketiga calon penguasa kerajaannya menjadi sebuah pemikiran yang mendalam baginya.


Sebuah pemikiran karena ia dihadapkan pada kenyataan haram untuk tidak memilih, tetapi sepertinya haram juga untuk memilih. Haram untuk tidak memilih adalah sebuah fatwa di kerajaannya yang dikeluarkan para ‘alim para ulama’. Namun haram untuk memilih lebih pada kenyataan bahwa ia tidak menemukan seorang pemimpin seperti tokoh-tokoh idolanya pada zaman kenabian terakhir dalam agama yang di anutnya.
Ia bingung harus memilih mana antara tiga kenyataan yang tidak disukainya.

Kenyataan pertama adalah seorang perempuan yang selalu membanggakan status keperempuanannya, bahwa perempuan harus ada dalam pemerintahan karena berkedudukan sama. Trimo membantah karena ia berpikir bahwa tidak ada sedikit pun masalah jika perempuan harus memimpin, tetapi bukan sembarang perempuan. Perempuan yang benar-benar berkualitas dong, kata trimo mantap sembari memuncratkan buih-buih kecil ludahnya. Bukan lantas permpuan yang suka memutar balik perkataannya dan mengandalkan nama besar ayahnya yang seorang pemimpin yang begitu disegani di kerajaannya dahulu kala.
Jika saja sang ayah maju, semuanya tentu akan berbeda. Trimo masih melanjutkan omyangan nya.

Kenyataan kedua adalah seorang laki laki. Gagah. Tenang. Berwibawa. Sayang, penghormatan trimo kepadanya seketika hilang saat laki-laki itu “akhirnya” menunjukkan kesombongannya. Laki-laki itu dua kali menaikkan harga minyak yang sangat dibutuhkan rakyat di kerajaannya, dua kali kenaikan yang tidak kecil dengan berbagai alasan yang harus diterima rakyat dengan ikhlas atau tidak ikhlas. Saat ia menaikkan harga itu ia berasalan keadaan dunia yang menuntutnya! Namun ironisnya, ketika harga MEMANG HARUS TURUN sesuai dengan kenyataan harga dunia, ia MENYOMBONGKAN DIRI DAN PEMERINTAHANNYA yang berhasil menurunkan harga.
Apanya yang berhasil?!! Kalau ia berhasil menurunkan harga sumber pokok kehidupan itu, maka harganya akan DI BAWAH HARGA SEBELUM PEMERINTAHANNYA TERJADI! DAN KALAU SEBATAS PENURUNAN HARGA YANG DISOMBONGKAN ITU, KERAJAAN TETANGGA MENURUNKAN HARGA HINGGA LIMA KALI LEBIH!!!
Trimo mengucap dengan raut wajah yang semakin berantakan.
Belum lagi ditambah dengan bawahan-bawahannya yang suka mengungkit-ungkit masalah ras, dan hal-hal crusial kerajaannya yang tidak sepantasnya diungkit demi utuhnya kesatuan kerajaan.

Dan kenyataan ketiga adalah seorang laki-laki yang senantiasa menyombongkan TINDAKAN CEPAT dan TEPATNYA dalam bersikap. Padahal seringnya tindakan-tindakan itu terasa melangkahi, dan menepikan kepemimpinan raja yang sesungguhnya. Ya karena saat dia mengambil tindakan-tindakan itu, saat itu dia BUKAN-lah rajanya, yang sepatutnya mengambil keputusan. Juga sebuah kenyataan bahwa dia berasal dari golongan yang sama, yang dulu melahirkan pemerintahan panjang dan banyak kritikan, yang akhirnya dapat digulingkan setelah terjadinya pertumpahan darah dengan hilangnya nyawa aktifis-aktifis di kerajaannya.
Trimo berpikir bahwa tidak selamanya cepat itu baik, kecuali untuk adu balap keong yang sangat terkenal di dusunnya, hehe. Yang cepat tentu yang terbaik. Karena semua juga harus dipertimbangkan dengan bijak.
Lantas apa yang harus trimo lakukan?
Haramkah jika ia memilih?
Haramkah jika ia tidak memilih?
Ia jadi teringat sebuah fatwa dari seorang ulama besar idolanya

“LEBIH BAIK SEBUAH PEMERINTAHAN DIPIMPIN SEORANG RAJA YANG DZALIM DARIPADA 1000 TAHUN TANPA ADANYA SEORANG PEMIMPIN!”

Sebuah perkataan dari ulama’ besar bernama Ibnu Taymiyah, jika Trimo tidak salah ingat. Sebuah fatwa yang tidak sedikit pun ditujukan untuk ketiga pilihannya karena Trimo tidak sedikit pun menyebut mereka dzalim. Ia hanya sedang gundah. Seperti kerajaannya. Seperti rakyat kerajaannya yang lain.
Maka sepertinya Trimo harus menghadap Tuhannya untuk meminta pertimbangan, mana di antara pilihan yang tidak disukainya itu yang harus dipilih.

Karena Trimo ingin menjadi seorang rakyat yang bijak di kerajaannya yang sedang gundah!
Dan karena ia ingin menjadi seorang Trimo, yang berarti menerima. Menerima keadaan apa pun di kerajaannya dengan bijaksana dan sabar.

Leave comment for this article please,…
Syukron jazakumullaahu khoiron katsiiron


diambil dari alielshirazy.blogspot.com
dengan izin dari penulis

read more..

0 komentar: